Iklan

Iklan TOP ku

Usaha Scania Group Dibiarkan Bebas, Penegakan Hukum Lingkungan di Tana Toraja Diduga Lumpuh Total

Weekendsulsel
16 November 2025, November 16, 2025 WIB

Penampungan Galian C

TANA TORAJA, WEEKENDSULSEL —
Polemik seputar keberadaan usaha stok file material milik Wiwin Scania Group di Lapandan kembali meledak. Dugaan kuat bahwa usaha ini beroperasi tanpa dokumen UKL–UPL maupun SPPL bukan hanya sekadar isu  aktivitas di lapangan justru terus berjalan bebas tanpa hambatan. Situasi ini memancing kemarahan aktivis sekaligus memunculkan pertanyaan besar di mana wibawa penegakan hukum lingkungan di Tana Toraja.


Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tana Toraja sebelumnya turun melakukan peninjauan. Namun, alih-alih menertibkan, inspeksi itu berakhir tanpa hasil berarti. Saat dikonfirmasi, Muhardi, Ketua Bidang Penataan DLH Tana Toraja, membenarkan pihaknya telah berada di lokasi. Namun temuan mereka justru membuat publik geleng kepala.


“Kami sudah turun ke lapangan, Tadi waktu pemantauan tdk aktivitas bongkar dan muat, yang kami lihat Ada tumpukan sirtu, cipping dan pasir. Td yg punya usaha lagi tdk ada ditempat padahal, Kt mau tanya terkait izin usahanya,” ujar Muhardi kepada media ini, Rabu ( 12/11/2025).


Ia juga menambahkan bahwa secara kasat mata, lokasi tersebut tampak kecil sehingga kemungkinan tidak masuk kategori wajib menyusun UKL–UPL. "Klu dilihat dari luasan usahanya kayaknya tdk masuk kategori utk menyusun dokumen lingkungan jenis UKL-UPL", tambahnya.


Pernyataan ini langsung memicu gelombang kritik dari aktivis lingkungan yang menilai DLH seperti melakukan pembelaan halus terhadap pelaku usaha. Mereka menegaskan bahwa pendekatan pengawasan berbasis luas lahan semata adalah bentuk kelalaian yang tidak dapat diterima.


 “Izin lingkungan tidak bisa hanya dilihat dari ukuran lahan. Ada banyak faktor lain yang menentukan, seperti lokasi usaha yang dekat sungai, pemukiman, dan jalan raya, volume material, aktivitas alat berat, serta potensi polusi seperti debu, air larian, dan kebisingan,” tegas Manasye salah satu aktivis lingkungan Tana Toraja.




Ia bahkan menyebut keberadaan stok file tersebut telah mengganggu kenyamanan masyarakat dan menimbulkan dampak lingkungan yang nyata. Ia menuding adanya pembiaran sistematis yang mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintah.


 “Kami mendesak DLH dan Aparat Penegak Hukum untuk segera menutup aktivitas usaha tersebut. Hukum jangan tebang pilih! Kalau masyarakat kecil bisa disanksi, kenapa perusahaan seperti ini dibiarkan ” ujarnya lantang.




Payung Hukum Jelas, Tapi Penindakan Macet. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH menegaskan:


Pasal 36 ayat (1): Setiap usaha yang wajib memiliki AMDAL atau UKL–UPL wajib memiliki izin lingkungan.


Pasal 109: Pelaku usaha tanpa izin lingkungan dapat dipidana hingga 3 tahun penjara dan denda Rp3 miliar.



Peraturan Pemerintah 22/2021 semakin memperkuat bahwa penampungan material wajib disertai dokumen lingkungan sesuai skala dampak. Artinya, tanpa dokumen UKL–UPL maupun SPPL, usaha tersebut jelas melanggar hukum  bukan interpretasi, tapi fakta normatif.


Aktivis pun kembali memperingatkan bahwa jika DLH dan aparat hanya diam, maka penegakan hukum di Toraja tinggal retorika belaka.


 “Ini bukan soal besar kecilnya usaha, tapi soal komitmen pemerintah menegakkan aturan. Kalau usaha tanpa izin dibiarkan, maka akan jadi preseden buruk bagi penegakan hukum lingkungan di Toraja,” tutupnya.

Penulis : Alvin

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Usaha Scania Group Dibiarkan Bebas, Penegakan Hukum Lingkungan di Tana Toraja Diduga Lumpuh Total

Terkini

Iklan