Keanehan semakin mencuat karena oknum-oknum ini, yang selama ini sering berkoar-koar soal kesalahan dan pelanggaran hukum, justru terlibat langsung dalam praktik yang sangat mencemarkan nama baik profesi jurnalistik. Mereka bahkan tidak ragu untuk kembali menuntut bagiannya meskipun sudah menerima "jatah" sebelumnya. Ini jelas merupakan bentuk eksploitasi kesempatan dalam kesempitan—mengambil keuntungan di tengah kesulitan.
Yang lebih mencurigakan adalah sikap oknum-oknum ini yang tidak merasa puas dengan pembagian yang sudah diberikan. Mereka bahkan kembali berkoar-koar dan menyerang pihak-pihak terkait jika tidak diberi bagian lebih. "Mereka merasa hebat dan berkuasa, padahal mereka justru sedang merusak kredibilitas profesi mereka sendiri," ungkap salah seorang wartawan yang merasa resah dengan ulah oknum tersebut.
Pertanyaan besar pun muncul apakah ada keterlibatan atau kerja sama antara oknum-oknum ini dengan oknum petugas yang mengawasi pengerukan tanah? Masyarakat bertanya-tanya apakah oknum-oknum ini sudah lama memiliki hubungan erat dengan pihak berwenang sehingga bisa berani berbuat sesukanya, tanpa khawatir akan terungkap?
Kasus ini jelas menunjukkan bagaimana oknum-oknum yang seharusnya menjadi agen perubahan dan penjaga integritas publik malah bertindak sebaliknya. Diharapkan pihak berwajib segera turun tangan untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberi sanksi tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat. Jangan biarkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab merusak citra wartawan, yang seharusnya berpegang pada kode etik dan kebenaran.
Publish : isba